MAKALAH
ILMU SOSIAL DASAR
“PERAN
MAHASISWA DALAM PEMILU”
Nama
: Fahridho Dwi Putra
NPM
: 52418404
Kelas
: 1IA18
TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjat puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada saya
sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu-Nya
Makalah yang berjudul “PERAN
MAHASISWA DALAM PEMILU” ini ditulis untuk memenuhi tugas dalam Mata Kuliah Ilmu
Sosial Dasar di Universitas Gunadarma. Pada kesempatan yang baik ini, maka
izinkanlah saya untuk menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan dorongan kepada
saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan baik dari segi bentuk, isi, maupun teknik
penulisan-nya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
berbagai pihak, saya terima dengan tangan terbuka serta diharapkan. Kehadiran
makalah ini bermanfaaat bai kita semua dan sesuai dengan sasaran
Bekasi,
Fahridho
Dwi Putra
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerakan mahasiswa
tumbuh subur ketika lembaga – lembaga politik yang ada tidak mampu memainkan
fungsi dan perannya secara optimal. Partai-partai politik, pihak eksekutif,
legislatif, yudikatif dan lain-lain di Indonesia belum mampu menjalankan
tugasnya secara maksimal sehingga proses-proses politik meluber ke jalanan.
Pada saat transisi
demokrasi yang disertai kemandulan lembaga-lembaga politik yang ada, masyarakat
membutuhkan reartikulator aspirasi dan kepentinganmasyarakat. Harapan
masyarakat biasanya tertumpu pada lembaga akademis (kampus) yang masih dianggap
steril dan obyektif dalam memandang masalah. Harapan masyarakat ini bisa
dijawab oleh mahasiswa yang mampu memainkan peran reartikulator aspirasi ini
secara optimal ketika gerakannya terorganisir secara rapi dan masif.
Mahasiswa
merupakan bagian integral dari perguruan tinggi yang dikenalsebagai simbol
intelektualitas, maka pengabdian kepada masyarakat sesuaikompetensi
intelektualnya merupakan tanggungjawabnya secara moral dan secara intelektual.
Gerakan mahasiswa juga pada hakikatnya adalah gerakan intelektual karena
intelektualitas merupakan ciri khas yang inheren dalam diri mahasiswa sebagai
kelas menengah terdidik. Oleh karena itu pergerakan mahasiswa dituntut untuk
mampu menunjukkan kadar intelektualnya. Gerakan mahasiswa harus menjadi gerakan
ilmiah yang dibangun diatas basis rasionalitas yang tangguh. Gerakan mahasiswa
bukanlah gerakan emosional yang dibangun diatas romantisme sejarah masa lalu
sekaligus sarana penyaluran agresi gejolak muda. Partisipasi mahasiswa dalam
gerakan merupakan respon spontan atas situasi sosial yang tidak sehat, bukan
atas ideologi tertentu, melainkan atas nilai-nilai ideal.
Gerakan mahasiswa
bersifat independen dari kelompok kepentingan tertentu,tetapi tidak menutup
kemungkinan ada langkah bersama . ini bisa terjadi lantaransifat gerakan
mahasiswa itu sendiri yang merupakan reartikulator aspirasi rakyatdan gerakan
moral. Dalam perjuangannya gerakan mahasiswa hari ini dituntut untuk mampu mengembangkan
jejaring dengan elemen manapun sebagai bagiandari membangun gerakan yang massif
untuk kepentingan masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Perjalanan
Pemilu di indonesia
2. Perjalanan
Mahasiswa di Indonesia
3. Kondisi
pra Pemilu
4. Peran
Mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perjalanan Pemilu di Indonesia
Konsep demokrasi
yang telah dikenalkan oleh Socrates sejak zaman Yunani Kuno sebenarnya adalah
konsep demokrasi langsung. Namun, secara
bertahap seiring waktu berjalan, konsep ini mengalami revisi hingga terekonstruksi
model demokrasi tak langsung. Kedua konsep ini “demokrasi langsung dan tak
langsung” memiliki perdebatan pemikiran tersendiri di kalangan filsuf Yunani
Kuno saat itu. Dan perbedaan pendapat tersebut berlangsung sampai era modern.
Termasuknya pada tataran praktis di
perpolitikan dan sistem demokrasi di Indonesia ini.
Sejak kemerdekaan,
Indonesia telah mengadakan pemilu sebanyak 10 kali. Dan baru pada tahun 2004,
rakyat Indonesia mulai terlibat aktif dalam
pemilu langsung dimana pada pemilu pemilu sebelumnya, masyarakat hanya
memilih wakil-wakilnya dan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden hanya
keterwakilan. Dengan perubahan peraturan tersebut, setidaknya bisa membuka
peluang masyarakat untuk menyatakan keinginannya secara langsung yang itu
tentunya bisa membuat masyarakat lebih peduli dengan pemimpin.
Sejarah perjalanan
pemilu di Indonesia dari sejak kemerdekaan secara garis besar bisa
dikelompokkan menjadi tiga masa yang masing-masing memiliki sejarah tersendiri,
yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi. Pada masa Orde Lama atau
pemerintahan Presiden Soekarno, sudah merencanakan pemilu, seperti pada tahun
1946 yang sudah direncanakan pemerintah
Soekarno. Namun karena ada beberapa hal, pemilu tersebut tidak jadi dilaksanakan. Baru pada tahun 1955,
pemilu pertama berhasil dilaksanakan dengan aman, lancar, jujur, dan adil serta
sangat demokrati meskipun awalnya sempat diragukan. Hal inilah yang kemudian
Indonesia mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuknya dari luar negeri.
Selanjutnya, pada
masa Orde Baru berhasil melaksanakan enam kali
pemilu, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu
1971, terdapat 10 partai politik peserta pemilu. Sedangkan pada pemilu 1977-1997
hanya terdapat tiga partai politik yang terlibat, yaitu Partai Golkar, PPP, dan
PDI.
Setelah Orde Baru
atau pemerintahan Soeharto berhenti dari kursi
pemerintahannya pada 1998 yang kemudian diambil alih oleh BJ Habibie,
sejak itulah Indonesia mulai memasuki era reformasi. Dan baru berjalan 13 bulan, pemerintah melaksanakan pemilu ke-8
atas desakan publik, yaitu pada tahun 1999. Pada pemilu kali ini, turut sebagai
peserta yaitu 48 partai politik. Jumlah yang sangat besar ketika dibandingkan
pada pemilu sebelumnya ini dimungkinkan karena adanya kebebasan mendirikan
partai politik.
Hal yang sangat
berbeda terjadi pada pemilu ke-9 yaitu tahun 2004. Kalau pada pemilu
sebelumnya, untuk memilih DPR, rakyat hanya memilih lambang partai politik.
Sedangkan pada tahun 2004 ini rakyat memilih para wakilnya secara terbuka,
yaitu dengan memilih nama-nama calon DPR secara langsung, serta memilih Dewan
Perwakilan Daerah secara langsung pula.
2.2 Perjalanan Mahasiswa di Indonesia
Mahasiswa berasal
dari dua kata, yaitu “maha” yang artinya besar dan “siswa” yang artinya orang
yang sedang belajar dalam suatu instansi. Jadi, mahasiswa bukan hanya pelajar
selayaknya anak SD, SMP, ataupun SMA. Mahasiswa memegang tanggungjawab besar
dalam melaksanakan perannya sebagai kelompok dari kaum muda terdidik dan
berintelektual. Dengan watak kritis, intelektual, independen, serta energi yang
dimiliki, mahasiswa harus sadar akan kondisi bangsa ini untuk saat ini dan hari
esok. Paradigma mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) yang kemudian oleh Rama Pratama diganti menjadi
pengarah perubahan (director of change)
merupakan hal yang patut dibenarkan mengingat perjalanan kelompok ini dalam sejarah
bangsa dari masa ke masa dan untuk seterusnya.
Mahasiswa
merupakan suatu pemeran penting yang tidak bisa dipisahkan dari perjalanan
negeri ini. Dari eranya organisasi Budi Utomo (Boedi Oetomo) yang didirikan
pada tanggal 20 Mei 1908 yang kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi
lainnya seperti Perhimpunan Indonesia, yang dipelopori oleh Muh. Hatta, dan
lainnya ini setidaknya menjadi bukti akan adanya peran dari kaum intelektual
tersebut.
Munculnya
kelompok-kelompok pada masa itu merupakan satu episode perjalanan sejarah bangsa yang menandai akan
munculnya sebuah pambaharu dan perjuangan yang memiliki sikap kritis terhadap
refleksi dari keadaan negeri ini. Para kelompok ini memiliki misi utama yaitu
untuk menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan mendorong masyarakat untuk bersama
berjuang membebaskan bangsa ini dari penindasan dan kolonialisme.
Dari proses
tersebut, kemudian muncullah generasi baru Indonesia yang kemudian mencetuskan
Sumpah Pemuda pada 26-28 Oktober 1928 pada Kongres Pemuda II di Jakarta yang
menandakan kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis
pemuda. Dan yang menjadi pelopor atau aktor utama dalam hal ini tidak lain
adalah para kaum terpelajar dan mahasiswa.
Pergerakan dari
mahasiswa ini semakin berkembang ditandai dengan munculnya
organisasi-organisasi serta aksi-aksi mereka terhadap kebijakan-kebijakan
pemerintah. Termasuknya aksi besar-besaran dari para mahasiswa tahun 1998 yang
berhasil menumbangkan orde baru. Dalam aksi yang kemudian menggantikan orde
baru menjadi era reformasi ini diikuti oleh
puluhan organisasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang
tersebar dari Aceh sampai Makassar.
Namun ada sebuah
hal terjadi ketika era reformasi sudah muncul. Ketika Soeharto masih berkuasa,
para mahasiswa memiliki satu visi bersama yaitu menjatuhkan rezim tersebut.
Akan tetapi setelah rezim orde baru ini jatuh, arah gerakan mahasiswa menjadi
terpecah. Meskipun demikian, mahasiswa tetap diharapkan memiliki jiwa nalar
kritisnya sebagai bagian dari konduktor antara pemerintah dengan masyarakat.
Meminjam istilah
dari Haryo Setiyoko, Mantan Sekjen Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) di Era ‟98 yang juga mantan ketua BEM UGM, bahwa gerakan mahasiswa
merupakan gerakan jalan tengah yang memikul moralnya secara proporsional Dalam
peran ini, mahasiswa menjadi pembawa aspirasi masyarakat untuk disampaikan
kepada pemerintah, serta mengoreksi
penyimpangan serta kepincangan yang terjadi di tengah masyarakat.
2.3 Kondisi Pra Pemilu
Pemilu merupakan
aktualisasi prinsip keterwakilan politik yang merupakan prinsip dari sistem
demokrasi. Dari prinsip tersebut, masyarakat
bisa dengan bebas untuk memilih sosok yang akan membawa dan
meneruskan perjuangan para pendiri dan
pejuang bangsa ini (founding father)
Disadari atau tidak, pemilu, baik legislatif maupun eksekutif, merupakan sebuah
momentum perubahan dan kebangkitan
negeri ini. Kegiatan yang dilakukan dalam satu hari ini menentukan nasib bangsa
ini setidaknya untuk lima tahun ke depan. Dari siklus yang diadakan lima tahun
sekali ini, masyarakat menaruh harapan
besar agar bangsa ini menjadi lebih baik, maju, dan sejahtera
Pemilu bukan tujuan
akhir dari proses yang harus diikuti akan tetapi pemilu merupakan awal dari bangkitnya bangsa.
Pemimpin yang terpilih akan menjadi penggerak dan penentu masa depan bangsa.
Oleh karenanya, momentum lima tahunan ini harus dipersiapkan dengan
sebaik-baiknya oleh semua pihak, termasuknya bagi masyarakat dalam menentukan
pilihan serta bagi penyelenggara untuk
mempersiapkan agenda ini dengan baik.
Terkait dengan
urgensi pemilu sebagai momentum perubahan (moment
of change), setidaknya ada tiga dimensi yang menjadi perhatian, yaitu
pihak penyelenggara, peserta pemilu,
serta masyarakat.
Sebagai
penyelenggara dalam hal ini yaitu KPU, baik yang ada di lingkup nasional maupun
daerah. Pemilu yang merupakan sarana aktualisasi dari suatu proses demokrasi
ini tentunya menjadi kepentingan bagi semua
pihak. Oleh karenanya, sangat memungkinkan bagi beberapa pihak yang
terlibat di jajaran internal pemilu untuk melakukan hal-hal yang menjadi
kepentingan bagi kelompoknya.
Ketua Gerakan
Pemuda Islam Daerah Kudus, Mahfudz Fauzi, menyebutkan bahwa KPU menjadi ’panah’
penentu masa depan bangsa. Sedangkan di sisi lain, Pemilu menjadi „anak panah‟
yang masa depan bangsa juga beradu nasib olehnya. Oleh karena itu, independensi
KPU dan kemurnian Pemilu harus tetap terjaga. Baik independen etis (condong
kepada yang baik) dan independensi organisatoris (tidak dicengkram oleh pihak
lain). Jadi, KPU memang harus benar-benar berdikari tanpa ada campur
tangan pihak lain, apa-lagi orang
partai. Sesungguhnya pemilu yang merupakan tradisi sakral ini menjadi
konsekuensi logis atas asas demokrasi yang diusung oleh bangsa Indonesia. Oleh
karenanya, sangat diperlukan suatu kredibilitas dan netralitas dari
penyelenggara itu sendiri.
Peserta pemilu
yaitu partai politik, calon legislatif, dan calon eksekutif tentunya memiliki
kepentingan untuk kemenangan bagi dirinya ataupun kelompoknya. Dari kepentingan
tersebut, terkadang menjadikan para peserta
pemilu untuk menggunakan berbagai cara, termasuknya hal-hal yang kurang
etis. Hal inilah yang kemudian menjadikan panggung sandiwara politik ini
menjadi kurang enak dipandang.
Masalah
selanjutnya yaitu terkait dengan permasalahan yang terjadi di kalangan
masyarakat pemilih. Dan pembahasan inilah yang akan menjadi pembahasan utama
oleh penulis terkait dengan peran bagaimana peran mahasiswa yang bisa
dilakukan.
Setidaknya ada dua
hal yang terjadi di kalangan masyarakat terkait dengan pemilu yang dilakukan
secara langsung oleh rakyat ini. Pertama yaitu sikap apatis dari masyarakat yang
kemudian menjadikan bentuk golput oleh masyarakat. Kedua yaitu politik uang (money politic) yang menjadikan suara
masyarakat bisa dibeli. Dari dua permasalahan penting yang ada di kalangan
masyarakat, yaitu golput dan politik uang, kiranya perlu perhatian lebih untuk
masalah ini.
Terlepas dari
alasan yang muncul, golput merupakan fenomena lazim yang terjadi di kalangan
masyarakat ini. Ada beberapa alasan yang menjadikan masyarakat tidak
berpartisipasi dalam momentum lima tahunan ini. Diantaranya yaitu pertama
karena tidak ada kesempatan. Kondisi ini biasanya dialami oleh orang yang dalam
keadaan merantau sehingga menjadikannya tidak ada kesempatan untuk datang ke
tempat pemungutan suara (TPS) di daerahnya. Alasan kedua yaitu adanya sikap
tidak percaya masyarakat kepada peserta
pemilu (partai politik, calon legislatif, ataupun calon eksekutif).
Dengan hasil-hasil
yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang tidak memuaskan bisa
menjadikan rakyat bersifat apatis terhadap pemilu. Masyarakat yang apatis ini
kemudian menjadi kelompok golput yang mereka sudah tidak memiliki harapan
kepada para pelaku pemilu. Dari tahun ke tahun, angka golput naik secara
signifikan. Dari hal tersebut, banyak ahli pakar politik yang khawatir angka
golput meningkat pada pemilu tahun ini.
Masalah pemilu
yang ada pada masyarakat yang kedua yaitu tentang politik uang (money politic). Pada pemilu 2014 ini, Komisi Pemilihan Umum
melakukan sebuah penelitian di 11 kota bahwa mayoritas pemilih menilai politik uang merupakan hal yang lazim.
2.4 Peran Mahasiswa
Mahasiswa sebagai
representasi dari kaum muda dan kaum intelektual yang faham akan kondisi dan
kebutuhan bangsa ini tidak bisa tinggal diam melihat kondisi bangsa ini dalam
menghadapi pesta demokrasi pemilihan umum tahun ini. Mahasiswa harus sadar dan
mengetahui bahwa tahun ini adalah momentum perubahan negeri., tahun yang
menentukan nasib bangsa setidaknya untuk lima tahun ke depan.
Selanjutnya, hal
konkret yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah melakukan pendidikan politik (politic education). Masyarakat
Indonesia secara umum masih dalam proses belajar terkait halnya dengan
demokrasi. Oleh karenanya, pencerdasan mengenai politik merupakan hal yang
sangat penting untuk diterima oleh masyarakat. moPendidikan politik ini
dilakukan dengan menyampaikan mengenai betapa pentingnya pemilu dan
keterlibatan masyarakat di dalamnya. Mahasiswa juga ikut mengedukasi masyarakat
untuk memilih wakil dan pemimpin yang kapabel, bermoral, bersih, dan mau berkarya untuk bangsa. Pendidikan politik
yang dilakukan mahasiswa ini diharapkan bisa mengurangi tindakan golput dari
masyarakat, serta mengurangi praktik money politic.
Pendidikan politik ini dilakukan di
kalangan keluarga, teman, tetangga, serta kepada masyarakat umum melalui
berbagai media yang bisa dilakukannya. Hal penting bagi mahasiswa adalah
aktualisasi pendidikan politik terhadap
diri sendiri yaitu dengan berpartisipasi dengan menggunakan hak pilihnya dan
tidak menerima politik uang.
BAB
III
PENUTUP
Pemilu bukan hal
kecil yang cukup diusung oleh KPU dan partai politik, akan tetapi pemilu
merupakan momentum besar yang harus diusung secara bersama-sama dan mendahulukan asas
kepentingan bangsa. Oleh karenanya, sangat diperlukan kontribusi dari berbagai
kalangan, termasuknya dari kalangan mahasiswa, untuk mengawal, mengawasi, serta
memberikan pendidikan dan kesadaran bagi semua pihak. Sehingga pemilu 2019 ini
menghasilkan orang-orang yang memiliki kapabilitas dan amanah yang akan membawa
bangsa ini menjadi lebih baik, mensejahterakan dan menjadikan bangsa ini mampu bersaing dengan
negara-negara lainnya.
Penulis sebagai bagian dari mahasiswa
yang memiliki notabene sebagai agent of change berharap kepada pembaca
sekalian ‘terlepas dari latar belakang
masing-masing pembaca’ untuk bersama membangun bangsa ini menjadi lebih baik
dengan berkontribusi dalam momentum 2019 ini. Penulis juga berharap pesta demokrasi 2019 ini bisa
menghasilkan pemimpin yang memiliki kapabilitas dan amanah dalam mengisi bangsa
ini
DAFTAR PUSTAKA
Suprihartini, Amin. 2008. Pemilu dari Masa ke Masa. Yogyakarta:
Cempaka Putih.
Hamzah, Alfian, dkk. 1998. Suara Mahasiswa Suara
Rakyat. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Pimpinan MPR dan Tim. 2013. Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR RI.
Nadir, Ahmad. 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan
Demokrasi di Indonesia. Malang: Averroes
Press.
Suara Merdeka. 20 Maret 2014.
Undang-undang Dasar RI 1945
http://www.rumahpemilu.org/read/4088/Diskusi-Publik-Pemilu-Itu-Keren-Peran-Strategis-Mahasiswa-Dalam-Memilih
Komentar
Posting Komentar